Thursday 11 December 2014

God’s Plan : The Origins (Rancangan Tuhan : Awal Mula)

Seorang pemuda tampak kewalahan membawa sebuah buku tebal di kedua tangannya yang menopang dengan sangat hati-hati. Buku tua yang diminta sang atasannya entah untuk apa di malam yang larut ini. Lorong yang biasa ia lalui, malam ini terasa sangat panjang, tanpa liku yang berarti, lurus dan membosankan. Dia lupa berat buku yang ia bawa, pastinya ini membuat keringatnya mengalir deras, bahkan ia dapat merasakan cairan tersebut menembus kemeja bahkan jasnya yang tebal. Akhirnya sebuah pintu kayu tebal dan besar juga tinggi ada dihadapannya. 

Tangannya bergerak-gerak untuk mengetuk pintu tersebut, tapi ia kewalahan, akhirnya iapun berteriak lantang, “Tuan…” katanya dengan nada sedikit gemetar, “Saya bawakan buku pesanan Anda!” lanjutnya, di dalam terdengar suara berdehem yang cukup keras, “Wah, lama sekali, tidak seperti biasanya, ayo langsung masuk!” seru sang Tuannya dari dalam. Pemuda berjas hitam itu bingung menjelaskan, kalau dia meminta tolong dibukakan pintu, takut dikiranya kurang ajar. Di sela kebingungannya, tiba-tiba pintu terbuka, wajah sumringah Tuannya tampak dari celah ointu yang terbuka, “Saya tahu kamu kesulitan, jadi saya bukakan pintu ini!” katanya, si pemuda tersipu malu, “Maafkan saya!” lirihnya, “Ha ha ha…” kakek itu terkekeh dengan suara yang berat, “Ini bukan suatu kesalahan, saya hanya menguji kepatuhanmu saja. Ayo masuk!”

Merekapun memasuki ruang kerja si Kakek yang cukup megah menurut pemuda itu. Entah dia sudah masuk berapa kali ke ruang ini, dan entah pula bagaimana ia harus memuji arsitektur yang indah di ruangan ini. Sangat kontras dengan lorong di depannya yang gelap dan suram, ruangan kerja ini terbilah wah di matanya. Dinding ber-wallpaper dengan corak indah ke coklatan, langit-langit di hiasi oleh lampu gantung dengan cahaya agak redup, dan hebatnya pada bagian atas langit-langit tersebut terlukis gambar awan dan langit biru yang sangat indah, serta di hiasi oleh beberapa gambar burung seperti sedang menari di angkasa luas. Belum lagi sofa bergagang kayu jati yang mengkilap dan permdani bundar yang lembut. Serasa seperti berada di tempat lain yang asing baginya.

“Kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan…” ia meletakkan buku itu di atas meja kerja atasannya dan pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaan lainnya, “Oh tidak!” cegah Tuannya menutup pintu kayu tadi dengan cepat, “Duduklah dulu, saya butuh teman berbincang-bincang!” tidak biasanya Tuannya seperti ini. Ia melihat kakek itu duduk dikursi kerjanya yang tak kalah mewahnya dengan ruang kerjanya, kulit yang jernih berwarna coklat. Semakin iri melihatnya. Ia pun duduk di kursi yang ada di hadapannya, wajah mereka bertatapan, namun si Kakek lebih tertarik dengan buku tebal yang dibawa ajudannya tadi.

“Kau tahu, berapa lama bumi ini sudah berotasi dan berevolusi?” tanya Kakek itu langsung, mendengar pertanyaan seberat itu dengan mendadak ia menggelengkan kepala, “Maaf, Tuan… s… saya tidak mengetahui hal tersebut!”

“Tidak ada yang pernah tahu pasti bukan. Tapi menurut ilmu pengetahuan yang ada dan unsure-unsur bebatuan yang ditemukan serta sampel dari bulan, usia bumi mencapai 4,54 milyar tahun, dengan perhitungan 4,54 × 109 years ± 1%. Sesuai dengan yang tertera pada The Age Of The Earth In The Twentieth Century: A Problem (Mostly) Solved karya G. Brent Dalrymple di tahun 2001. Tidak perlu dipikirkan bagaimana dia mendapatkan hitungannya, namun jika Matahari sebagai perbandingannya maka akan bertambah tua 30 juta tahun, menjadi 4,57 milyar tahun usia bumi ini.” mendengar itu si pemuda tercengang, “Ilmu pengetahuan sehebat itu, Tuan? Bukankah ada persimpangan tahun jika mengacu pada penemuan batuan, fosil, dan lain-lain?” kali ini si Kakek yang tertawa, “Runcing sekali, saya tidak berpikir kearah sana. Tapi sudahlah, toh yang ditemukan selama ini hanya fosil, bukan bintang aslinya, keberadaan merekapun masih perkiraan. Jadi lupakan penyimpangan tahun itu.” kakek itu menatap lekat si pemuda.

“Bagaimana dengan manusia?”

Pemuda itu kembali tertegun, “Maksud, Tuan apa?”

“Ya… Manusia, seperti dirimu, atau teman-temanmu di depan sana?”

“Saya mengerti, maksud saya pertanyaan Tuan tadi mengarah ke mana? Sejarah lahirnya manusia, kapan manusia pertama di turunkan, atau prosesnya?”

“Wah, cerdas… Pengelompokkan pertanyaan yang signifikan untuk kita bahas dan saya tidak menyangka sebagai ajudan saya, kamu mampu berpikir melampaui saya saat ini!” pemuda tadi tersentak, “M… maaf… b… bukan maksud saya untuk melebihi pola pikir anda. Tapi ini tidak seperti biasanya. Setiap malam anda hanya meminta kami berjaga di sekitar rumah, tetapi malam ini tidak, kita berdiskusi. Dan satu hal yang pasti, diskusi ini cukup memberatkan walau baru dua pertanyaan yang meluncur dari lidah anda, Tuan!” ia tertunduk malu.

Kakek itu tersenyum dan meletakkan tangannya di dagunya sendiri, “Manusia pertama sudah pasti Adam, lalu Tuhan menciptakan Hawa, mereka diturunkan dari surga ke bumi karena melanggar. Pola pikir yang hebat dari seorang manusia membuat kontroversi soal ini, terutama dari kalangan agamawan dan para pengamat sejarah. Kita kesampingkan itu, Nak. Kita mengacu pada apa yang kita pelajari selama ini, tentu pendidikan anda tidak sembarangan sampai anda saya terima bekerja di sini bukan?” tanya si Kakek, “Ya, Tuan. Seleksi yang ketat dan kami yang bekerja pada anda adalah orang-orang pilihan!” jawab si pemuda.

“Apa buktinya?”

“Apa yang harus saya buktikan?”

“Ceritakan pada saya tentang keadaan saat ini!”

“Saat ini?”

“Ya saat ini!”

“Abstrak, Tuan!”

“Maksud Anda?”

“Kita membicarakan saat ini, kita tidak membicarakan perkembangan prasejarah yang nyata bias di bahas dalam keilmuan, contoh Prasejarah atau nirleka, yang artinya nir adalah tidak ada, dan lekaadalah tulisan, adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di mana terdapat kehidupan di muka Bumi dimana manusia mulai hidup. Prasejarah terbagi dalam beberapa periodisasi menurut arkeologi, diantaranya zaman batu tua, zaman batu tengah, zaman batu muda, dan zaman batu besar. Dimana semua itu bias saya jelaskan walau singkat, tapi jika perkembangan manusia saat ini sulit, Tuan… pemikiran yang komplek dan masalah-masalah yang rumit membuat sejarah mereka berantakan.”

“Mari kita sebut semua itu menjadi ego!”

“Tepatnya ego, super ego, dan id!” itu membuat si Kakek terbahak-bahak, “ Cemerlang, itu kenapa saya memilih Anda bekerja disini!” katanya, “Itu teori psikoanalitik Sigmund Freud, menurutnya kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.”

“Bisa kau ceritakan ke tiga elemen tersebut?”

“Ya, perkenanan saya menjelaskan secara ringkas!”

“Silahkan!”

“Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.

“Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan, ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.

“Dan Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat, seperti kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.” jelas sang ajudan panjang lebar itu membuat si Kakek terkagum-kagum.

“Saya tentu tidak perlu membeberkan bagaimana anak usia Anda berhasil menarik ribuan bahkan jutaan orang pada sebuah kepercayaan, bukan? Atas tujuan apa dan atas dasar apa, itu yang bias menyimpulkannya mereka! Yang jelas kasus pemboman, perang, kerusuhan, absolute powerm dan kriminalitas personal yang tinggi merupakan buntut dari pejabaran anda tadi!”

“Benar, Tuan!”

“Saya juga tidak akan menyangkal bagaimana anda mampu berlari ratusan mill setiap harinya namun gagal berjalan kecil menuju tempat ibadah hanya beberapa meter saja?”

Sempurna, tapi itu jelas bukan saya, saya suka bersujud dan memuja serta memuji Tuhan!”

“Ha ha ha ha ha… mari kita simpulkan bahwa tidak semua manusia seperti kita mampu berbuat buruk dan melakukan keburukan bahkan tidak semua pulan berisikan otak yang baik…”

“Anda meminta saya membawakan buku tentang bumi, yang sekarang ada di hadapan anda dan berdiskusi dengan saya tentang manusia dan psikologisnya, saya tidak mengerti arah pembicaraan ini!”

Kakek itu terdiam, ia mengamati secara seksama dan teliti antara buku yang tadi dibawa ajudannya dengan orang yang membawa buku itu, lalu melanjutkan perkataannya, “Jelas, manusia pastilah ada ujungnya, yaitu kematian. Jelas kematian merupakan pembuka bagi kehidupan manusia beralih ke alam lain…”, “Tapi tidak semua manusia mempercayai ada alam itu! Alam setelah kehidupan di bumi!” potong si ajudan, “Benar!” jawab si kakek, “Tapi mereka juga tidak bias memungkiri bahwa di duniapun mereka telah melewati dua alam, alah dalam kandungan atau rahim dan alam dunia saat ini!”

Pemuda itu tertegun menunggu setiap kata yang diucapkan atasnnya itu, “Anda lihat ini!” Kakek itu membuka lembaran pada buku tadi, sebuah lembaran awal, saat gambar mengacu pada sebuah bentuk yang indah, taman yang megah dan hijau, “Siapa yang menyangka Adam dan Hawa bisa diturunkan dari tempat ini, anggaplah ini surga, dimana rasa sakit, putus asa, dan kesedihan tidak ada, diturunkan ke dunia yang kebalikan dari semua yang tadi saya sebutkan?”

“Rayuan iblis sangatlah berbahaya, Tuan!”

“Benar, dan setelah mereka diturunkan, maka berlaku hukum dunia, dimana yang hidup pasti mati, dan tidak ada yang kekal di dunia ini! Percayakah anda dengan ini? Dan lihat ini!” dengan cepat si Kakek membalikkan halaman, kali ini penuh dengan warna suram, ledakan dimana-mana, mayat bergelimpangan dan senjata menjadi jawaban dari umur mereka, “Perang Dunia pertama dan kedua membunuh jutaan orang, Nak!” ia membalikkan halaman lagi, sebuah gedung terbakar, api berkobar, kaca-kaca pecah, mayat dipapah oleh tim medis, “Terorisme yang berkembang, yang sampai saat ini masih kontroversi dan saling tuduh, agama dipertaruhkan, jabatan di gadaikan!” ia membuka halaman baru lagi dengan  cepat. Kali ini berikan gambar kerusuhan yang memanas dan seperti lautan manusia membanjiri jalan di kota besar, “Pemerintahan bergolak, kerusuhan terjadi, suara rakyat tidak didengar, efeknya kemiskinan, kelaparan, dan kematian!” halaman berikutnya lebih tenang namun pemuda itu melihat agak suram, lambang baru dari agama baru, “Ketika ada tawaran kemudahan kembali ke surga dengan cepat? Jangan salahkan manusia jika itu terjadi, itu ramalan yang terjadi dan pasti… kepastian tidak ada, ketegasan kosong, benteng mereka hanya diri mereka sendiri. Uang tidak jadi soal, tinggal kasih si pemimpin uang dan mereka masuk surga tanpa susah-sudah!”

Si Kakek tampak kewalahan menjelaskan semua, si pemuda tertunduk lesu, semua teori yang didapatnya seketika sirna ketika atasannya itu menunjukkan hal yang begitu mirisnya, “Celakalah mereka yang lari dari Tuhannya!” kata si pemuda dengan lantang, “Nak, menurut mereka, itulah Tuhan mereka! Mereka tidak akan ikut jika ada tidak ada kemudahan di dalamnya!”

Saat itulah pintu di ketuk, “Masuk!” perintah si Kakek. Seorang pemuda lain memasuki ruangan, ia berwajah pucat karena seperti memendam suatu masalah, “Maaf, Tuan…” ia menyodorkan setumpuk berkas berwana hijau, “Ada yang baru lagi!” katanya hampir berteriak ketakutan.

“Apa yang dijanjikan?”

“Masih surga, tapi tanpa biaya, hanya taat sama pemimpinnya!”

“Loh, itu tidak baru!”

“Tidak, ini baru Tuan!”

“Dimana barunya!”

“Mereka harus mengikuti apapun yang dikatakan, diperintahkan dan dilakukan pemimpinnya!”

“Apapun?”

“Ya apapun!!!”

“GILA!!!” Kakek itu memekik, “ Sinting semuanya!” teriaknya lagi, “Ini bukan rancangan Tuhan, Nak! Ini ide-ide para psikopat!”

Malam berlalu dengan keheningan, tidak ada persetujuan, tidak ada tanda tangan dari si Kakek ke berkas tersebut, tidak ada akhir untuk semuanya.

 

Depok, 31 Maret 2012 (13:27 WIB)

Detik-detik terakhir bersama si Biru

Nb. : Jika Anda ingat, ada cerita berjudul Rancangan Tuhan  yang ada di blog dan buku yang akan terbit 4 April 2012 mendatang, tapi ini jauh berbeda dengan cerita yang di sana, cerita ini merupakan karya asli saya sekitar tahun 2007-2008 dengan penghalusan isi cerita. Tidak bermaksud menyindir, hanya menceritakan dan semoga menjadi bahan renungan kita bersama.


No comments:

Post a Comment

Untuk kemajuan blog saya, harap tinggalkan komentar, kritik, masukkan, dan yang lainnya untuk saya. Sesudah dan sebelumnya saya ucapkan banyak-banyak terimakasih.